Header Ads

Mengintip Jurus Seduh Friddy, "Pendekar" Aeropress dari Hulu Sungai Tengah

MENGGUNAKAN Aeropress untuk kompetisi seduh kopi manual tidak semudah yang dibayangkan. Selain perlu paham berbagai variabel, juga harus teliti dalam ketepatan waktu seduh. Meski rumit, namun jalan inilah yang dipilih Friddy Ash Shiddiqie, anak muda dari Hulu Sungai Tengah (HST) Kalimantan Selatan.

Menggunakan Aeropress ia berhasil menjadi salah satu jawara Festival Kopi Nusantara 2017 di Bondowoso dalam kategori Brewing and Blending. Ia pun turut mengharumkan nama Banua di ajang nasional. Friddy boleh dibilang salah satu "pendekar kopi" yang punya rekam jejak bagus di dunia kopi, khususnya di Kalimantan Selatan. Kini Friddy juga asyik mengelola kedai kopi miliknya, Kopi Diary di Kota Barabai yang berjuluk Paris van Borneo.


Friddy dan Aeropressnya | foto: @zhariazhari_
Kepada Hudes.id, lelaki yang kini berdomisili di Banjarbaru itu mengatakan sudah jatuh hati dengan Aeropress sejak tahun 2014. Di tahun itu Friddy mencoba hasil seduhan kopi menggunakan alat seduh temuan Prof Alan Adler tersebut. 

"Saat itu aku merasa cocok dengan hasil seduhan Aeropress, variabelnya lebih complex, seru buat dikulik," ujarnya.

Friddy menceritakan pengalamannya berkompetisi dengan para brewer dari penjuru Indonesia di Festival Kopi Nusantara yang didukung oleh Puslitkoka Indonesia. Dalam kompetisi itu, para penyeduh diminta melakukan pencampuran (blending) kopi yang tersedia. Lalu menjelaskan proses blend yang dilakukan. "Seingat aku disediakan sekitar lima kopi dan kita bebas memilih untuk ngeblend kopi tersebut dengan takaran 250 gram," papar dia.

Kopi terdiri dari kopi Arabika dari empat daerah berbeda dan satu kopi Robusta. Arabika sendiri terdiri dari kopi Ijen full washed, Kintamani honey process, Argopuro natural, dan Toraja full washed, serta Robusta Ijen natural. 

Ia pun membocorkan jurus bagaimana menggunakan paper filter dan metal filter pada Aeropress. Menurutnya, secara fungsi paper filter (penyaring kertas) menghasilkan hasil seduhan lebih clean dan tidak berminyak, dibanding menggunakan metal filter. "Ada lagi alat bantu, namanya pressure disc yang biasa digunakan untuk mengatur tekanan dari Aeropress kita," urainya. 

"Aku biasa pake double paper filter untuk kopi dengan sifat clean cup (rasa lebih ringan). Tapi untuk kopi dengan sifat long after aku biasa gunain metal filter," tambah dia. 

Resep seduh andalan Friddy ternyata menggunakan kopi dengan double grind size (ukuran gilingan). Di sinilah letak perbedaannya. Sekaligus kerumitan dari teknik ini. Namun soal rasa jangan diragukan.

Berdasarkan pengalamannya, cara itu akan membuat karakter dan body kopi lebih keluar. "Jadi dengan 35 gram kopi dibagi dua. 30 gram (ukuran giling) medium. Lima gram fine (mirip pasir halus). Rationya 30 gram, perbandingannya 1:5 dan untuk sisanya pakai 1:10," jelasnya.

Selain itu ia menyarankan menggunakan inverted methode saat menggunakan Aeropress dan suhu air 83 derajat celsius. Pertama tuang 30 gram kopi ukuran medium, langsung masukkan air sampai 150 mililiter. 

Biarkan sekitar 30-45 detik untuk proses blooming, lalu balik (posisi lubang saring Aeropress di bawah). Masukkan kopi dengan gilingan fine di plunger atas. Masukkan air 50 mililiter. Aduk dengan sendok stainless sekitar 15 kali. "Lalu press 10 detik dan tambahkan air sekitar 50 mililiter lagi," tuturnya.

Begitulah teknik yang digunakannya, sekilas memang agak rumit. Namun jika sudah terbiasa, sebenarnya akan dengan nyaman menyelaraskan antara ukuran gilingan dan waktu seduh. Di sinilah letak keseruannya. Kita harus fokus dan memahami karakter biji kopi yang akan kita seduh menggunakan Aeropress. Itulah yang selama ini dipegang oleh Friddy. 

Jika berkunjung ke Kota Barabai, sempatkanlah mengunjungi Kopi diary yang dikelola Friddy, di Jalan Perintis Kemerdekaan, Barabai. Siapa tau bisa bertemu langsung dengan "legenda" Aeropress Brewer dari Banua Anam ini. Kita bisa coba hasil seduhan Friddy menggunakan Aeropress.
Asyik di kedai | foto: @kopidiary
Kopi Diary boleh dibilang punya sejarah menarik. Konsep awalnya adalah kopi keliling dengan menu seduhan Aeropress dan espresso saja, lalu beralih menjadi seduh di rumah. "Nah waktu seduh di rumah banyak teman yang cerita dan jadi tempat bertukar pikiran, curhat sampai akhirnya aku sepakat nama kedai ini adalah kopi diary," bebernya.
Brewing bar Kopi Diary (foto: @kopidiary)
Menurutnya, magic ristretto dan seduhan Aeropress di Kopi Diary selama ini menjadi favorit di meja bar. Jadi apakah anda akan memutuskan mencoba hasil seduhan kopi "pendekar" Aeropress dari Hulu Sungai Tengah ini? Patut dipertimbangkan. (sip)

No comments

close
pop up banner