Header Ads

Bacaan untuk Pelaku Industri Kopi "Very-very" Mikro


KONON new normal diembuskan supaya perekonomian bisa kembali bangkit dari kelesuan. Lalu apakah ini juga berdampak pada usaha mikro (atau malah very very mikro) dalam industri kopi, terutama di dalam lini hilir kopi? Di tengah beratnya persaingan, antara UMKM dengan para pemain besar yang mengusai hulu hingga ke hilir. 

Pemain Besar yang Ikut Main ke Kolam "Pemain Kecil"


Belakangan ini, di media sosial maupun sebaran WhatsApp Group (WAG) sempat beredar beberapa perusahaan besar dalam bisnis food and beverage (FnB) seolah menurunkan kelasnya untuk menyasar pembeli. Misalnya saja mereka juga membuat lapak-lapak kecil di pinggir jalan untuk menjual produk makanan mereka, bahkan bersampingan dengan lapak UMKM. Sungguh terlihat akrobatik, karena dari segi harga, juga nyaris mirip-mirip harga produk dari UMKM. Setidaknya ini juga terjadi pada industri kopi hari ini.


Pelaku bisnis kopi besar transnasional juga mulai menggempur pasar UMKM, dengan mengeluarkan produk yang mirip dengan produk UMKM. Misalnya saja merilis produk kopi susu botol literan dengan harga yang lumayan bersaing. Di satu sisi kita melihatnya sebagai sesuatu yang sah-sah saja. Namun sebenarnya di sinilah letak anomalinya, keadilan ekonomi yang harus dihadirkan negara sebenarnya perlu diperjelas. 


Bagaimana ya? maksudnya begini, sederhananya saat ini petinju kelas ringan (UMKM) terpaksa berhadapan dengan petinju kelas berat (perusahaan besar) dalam ring yang sama. Hal itu yang kemudian terjadi dan seperti tidak disadari karena saking kreatifnya pelaku UMKM. Aturan yang tegas sebenarnya perlu ada untuk melindungi para UMKM khususnya di bidang kopi agar bisa bersaing secara sehat dan mempunyai kesempatan mengembangkan usaha dengan baik.


Selain itu pada industri hulu juga tampak mulai digarap secara halus oleh pemain besar. Misalnya saja mereka berinvestasi untuk membangun kebun-kebun kopi yang nantinya akan menyuplai bahan baku kopi untuk mereka. Jadi secara tidak kasat mata, bisa dikatakan: usaha-usaha besar berusaha menguasai praktik usaha dari hulu sampai hilir.


Itu artinya mulai dari "bertani", pendistribusian, bahkan sampai jualan, merekalah yang melakukan. Semua rantai pasokan akan mereka kuasasi dan membuat UKM akan susah bersaing, apalagi jika ekosistem bisnisnya adalah ekosistem yang sama yaitu kopi.



Ah bukankah itu sah-sah saja? Kenapa takut bersaing? Anda saja yang kurang kreatif. Kita bisa saja mencoba bergaya hebat dengan berkata seperti itu, atau barangkali karena wawasan ekonomi dan pengalaman usaha kita masih rendah. Yang terjadi sebenarnya tidak seperti itu fergusso!

Di sinilah pentingnya regulasi, apa gunanya anda memilih pemangku kebijakan, namun di lapangan anda berjibaku habis-habisan tanpa dilindungi aturan atau kebijakan yang "adil" dari pemangku kebijakan. Mengingat ini bukanlah sebuah kerajaan rimba yang tanpa aturan.

Teruntuk kamu pelaku industri kopi skala kecil

Sebelum tulisan ini ditulis, kami menyempatkan diri membaca jurnal hukum yang ditulis oleh Yusri, dosen Fakultas Hukum Syiah Kuala, yang berjudul Perlindungan Hukum Terhadap Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam Perspektif Keadilan Ekonomi. Jurnal ditulis pada tahun 2014 lalu.


Dalam jurnal itu disebutkan Konsep keadilan distributif Aristatoles oleh Filsuf John Rawls dijadikan sebagai dasar untuk mengkritik sistem ekonomi pasar bebas yang dipelopori oleh Adam Smith. 


Menurut Rawls sistem ekonomi pasar bebas menimbulkan bahkan memperbesar ketimpangan ekonomi antara yang kaya “baca usaha besar” dengan yang miskin “usaha kecil”. Pasar bebas menurut Rawls tidak berhasil menjamin suatu pemerataan ekonomi yang adil, karena itu menurut Rawls pasar bebas justru menimbulkan ketidakadilan. Sistem pasar bebas membuka peluang bagi yang kuat memakan yang lemah “(Monopoli)”, yang kaya semakin kaya “(konglomerat)”.


Ketimpangan dalam masyarakat menurut Rawls terjadi akibat dari adanya kompetisi terbuka. Menurut Rawls “ Social and economic inequalities are to be aranged so that they are both (a) to the greatest benefit of the least advantaged and (b) attached to be offices and position open to all under conditions of fair equality of opportunity. 


Di semua negara termasuk Amerika Serikat sendiri yang menganut paham liberalisme ekonomi telah memiliki UU Antimonopoli, sebagaimana yang tertuang dalam Sherman Act 1914.


Aturan yang jelas diperlukan agar konglomerasi di Indonesia tidak mempraktikan strategi bisnis penguasaan dari hulu ke hilir, sehingga bisa melahirkan monopoli baru. 


Membicarakan regulasi atau soal sistem ekonomi sepertinya memang agak membosankan ya, apalagi kalau bahasannya rumit dengan data, dan angka-angka. Ya sudahlah, kita tidak usah terlalu jauh membahas hal itu. 

Bagi kita (bagi yang merasa memiliki usaha kecil di bidang kopi) ada baiknya tak usah terlalu banyak mengeluh dulu. Apalagi bagi yang tak punya jaringan ke lingkaran penguasa (hehehe). Mari kita coba saja mencari peluang dan bersaing dengan segala kekuatan yang ada.

Dengan persaingan bebas ala "tinju bebas" tanpa batas kelas, yang harus dilakukan adalah menemukan jurus yang efisien namun efektif. Seperti yang pernah ditemukan oleh keluarga Gracie dalam ring UFC pertama. 

Dengan teknik kuncian yang belakangan juga ditampilkan oleh Khabib Nurmagomedov, bisa membuka mata dunia, bahwa power sebenarnya bukanlah segalanya (meski juga penting). Namun bagaimana memanfaatkan sumber daya yang ada secara maksimal. Bagaimana caranya? Itu tugas kita menemukannya. Semua orang akan punya cara berbeda.

Menjadi kian kuat, seperti kisah Dragon Ball

Kami teringat dengan kata-kata wejangan dari Cak Nun atau Mbah Nun, bahwa anda jangan tergantung dengan pemangku kebijakan. Meskipun para pelaku usaha kopi skala kecil seolah kurang dapat dukungan, tapi kata Cak Nun, barangkali anda seperi kaum Spartan. Mereka dilepas sewaktu kecil di hutan, maka mereka yang bisa kembali, adalah otomatis menjadi seorang yang kuat. Begitulah teruntuk kamu (meminjam kata-kata Bintang Emon wkwwk) yang sudah atau terlanjur nyebur dalam industri kopi, setidaknya tulisan ini ingin membuka cakrawala berpikir dan berjuang menemukan formula baru persaingan tanpa batas kelas! Siapa tau kamu bisa jadi super saiyan level baru. (Tim hudes/sip)

Ilustrasi foto: Nasirullah Sitam

1 comment:

close
pop up banner