Header Ads

Akankah Indonesia Bisa "Mengekspor" Brand Kopi yang Kuat?

Dalam perbincangan bersama Gita Wirjawan pada kanal podcast Endgame, founder Kopi Kenangan menyebut bahwa Indonesia perlu berperan lebih banyak dalam "mengekspor" brand. Apalagi Indonesia sudah memiliki sumber daya produksi kopi yang begitu besar. Jika hanya menjadi pemain penyuplai biji kopi mentah, tentu kurang maksimal.

----------------------------------------------------------------

HUDES | 1st Majalah Kopi Seduh Manual Indonesia.

----------------------------------------------------------------

Biji kopi Indonesia dijual/diekspor ke luar negeri dalam bentuk biji gabah (green beans). Kemudian biji kopi itu disangrai dan dijual diolah menjadi produk minuman di gerai-gerai kopi dengan brand dari luar negeri. Harganya menjadi berkali-kali lipat lebih mahal, dan dibeli juga oleh para konsumen kopi dalam negeri.

foto: https://koinworks.com/
Jika Indonesia bisa memproduksi brand-brand kopi yang mampu bersaing dengan brand luar itu, tentu akan lebih baik. Lebih baik seperti apa? Bukankah brand luar itu juga sudah membantu para petani kopi di Indonesia dengan membeli banyak bahan baku dari mereka? Ya betul, namun tetap saja keuntungan utama dari penjualan di Indonesia akan diangkut ke luar dan kita hanya menjadi penonton, komentator, pekerja bahkan penggemar dari mereka.

Misalnya saja Indonesia mempunyai kawasan tambang emas yang sangat besar. Lalu tambang emas tadi ternyata dimiliki oleh perusahaan luar negeri. Emas ditambang dan dijual, keuntungannya berkali lipat ke luar dari negeri kita. Kemudian apakah itu sebenarnya bagus, hanya karena perusahaan itu merekrut tenaga kerja dari dalam negeri? Padahal hasil dari emas itu jauh lebih besar jika kita bisa mengelolanya sendiri. Bukan hanya pemasukan lebih besar, bahkan juga bisa merekrut tenaga kerja dari negeri sendiri juga. Lalu bagaimana bisa kita berkata: kan bagus ada brand luar, mereka banyak menyerap tenaga kerja. Meskipun, memang ada dampak positif juga sebenarnya. Kita harus fair juga menilai.

Luasan Perkebunan

Perkebunan kopi di Indonesia menurut pengusahaannya dibedakan menjadi Perkebunan Besar (PB) dan Perkebunan Rakyat (PR). Perkebunan Besar terdiri dari Perkebunan Besar Negara (PBN), dan Perkebunan Besar Swasta (PBS). Pada tahun 2016 lahan PBN kopi Indonesia tercatat seluas 22,366 ribu hektar dan pada tahun 2017 terjadi peningkatan menjadi 23,634 ribu hektar atau naik sebesar 5,67 persen. Sementara pada tahun 2018 turun sebesar 15,70 persen dari tahun 2017 menjadi 19,923 ribu hektar. 

Sedangkan lahan PBS kopi Indonesia pada tahun 2016 tercatat seluas 24,39 ribu hektar dan pada tahun 2017 menurun sebesar 4,94 persen menjadi 23,186 ribu hektar. Penurunan berlanjut hingga tahun 2018 yakni terjadi penurunan sebesar 4,05 persen menjadi 22,247 ribu hektar. Data PR kopi di Indonesia merupakan data yang diperoleh dari Dirjen Perkebunan, Kementerian Pertanian. 

Data tahun 2018 merupakan data sementara. Pada tahun 2016 luas yang diusahakan oleh PR seluas 1,199 juta hektar, kemudian turun sekitar 0,58 persen pada tahun 2017 menjadi seluas 1,192 juta hektar. Pada tahun 2018 luas lahan PR kopi meningkat menjadi 1,194 juta hektar.

Perkebunan Besar (PB) dan Perkebunan Rakyat (PR) kopi tersebar di provinsi di Indonesia, kecuali wilayah Provinsi DKI Jakarta. Apabila dilihat menurut provinsi, Provinsi Sumatera Selatan merupakan provinsi dengan areal kopi yang terluas di Indonesia yaitu 250,91 ribu hektar pada tahun 2018 atau 20,30 % dari total luas areal kopi di Indonesia. 

Sama halnya dengan luas areal kopi, perkembangan produksi kopi Perkebunan Besar (PB) dari tahun 2016 sampai dengan 2018 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2016 produksi kopi sebesar 31,87 ribu ton menurun menjadi 30,29 ribu ton pada tahun 2017 atau terjadi penurunan sebesar 4,95 persen. Tahun 2018 produksi kopi turun menjadi 28,14 ribu ton atau turun sebesar 7,1 persen .

Apabila dilihat menurut provinsi, produksi kopi yang dihasilkan oleh PB terbesar pada tahun 2018 berasal dari Provinsi Jawa Timur dengan produksi sebesar 28,87 ribu ton atau 3,53 persen dari total produksi Indonesia. 

Untuk Perkebunan Rakyat (PR), produksi dari tahun 2016 sampai 2018 cenderung mengalami peningkatan setiap tahun. Produksi pada tahun 2016 sekitar 632,00 ribu ton, pada tahun 2017 menjadi 685,80 ribu ton atau meningkat 8,51 persen.

Pada tahun 2018 mencapai 685,79 ribu ton atau turun 0,002 persen dibandingkan dengan tahun 2017. Dilihat menurut provinsi, produksi PR pada tahun 2018 terbanyak berasal dari provinsi Sumatera Selatan yang mencapai 184,17 ribu ton atau sekitar 25,80 persen dari total produksi nasional.  

Dari luas wilayahnya, Indonesia ternyata hanya kalah dari Brazil. Menteri Riset dan Teknologi yang juga Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, Bambang Brodjonegoro pernah mengatakan mestinya Indonesia mampu menjadi peringkat kedua negara penghasil kopi terbesar di dunia. Namun sekarang Indonesia memiliki pesaing cukup berat, yaitu Vietnam dan Kolombia.

Produk kopi di Indonesia tidak kalah secara kualitas dibanding dengan negara lain. Namun produk kopi Indonesia, tidak memiliki brand yang cukup mampu bersaing dengan produk kopi luar. Maka yang diperlukan saat ini adalah kreativitas. Sehingga brand menjadi kuat. Sebuah brand yang kuat akan mampu bersaing dengan brand luar yang sudah lama menguasai pasar.

DAFTAR PUSTAKA

2020. Kapan Kopi Indonesia Jadi Brand Kuat Seperti Vietnam Drip. https://kumparan.com/(diakses tanggal 6 Maret 2021)

2015. Brand Kopi RI Belum Mampu Bersaing dengan Produk Luarhttps://indopremier.com/ (diakses tanggal 6 Maret 2021)


No comments

close
pop up banner