Header Ads

Kisah Gede Waweka Bali, Ungkap Syukur Lepas Kecanduan Minol, Bagikan Ilmu Seduh Kopi Gratis

Berhasil keluar dari "kecanduan" minuman keras dengan beralih ke kopi membuat Gede Wiweka dari Bali bersyukur. Rasa syukurnya ia tumpahkan dengan berbagi ilmu seduh kopi manual kepada para anak muda di Bali, khususnya di daerah Kuta dan Jimbaran. Ia bahkan aktif membuka slow bar sendiri di rumah sebagai wadah belajar bersama. Membuat kompetisi seduh, dan aksi sosial untuk mengedukasi para anak muda di Bali mengenai kopi berkualitas. Mari ikuti perbincangan Hudes dengan Gede Wiweka berikut ini.


H U D E S | Specialty Reading for Manual Coffee Brewers


Wajah Wiweka tampak sumringah, ia terlihat senang dan tulus mengajari seorang pengunjung di slow bar miliknya, BKKofee di kawasan Kuta untuk menyeduh kopi dengan metode pour over. "Gak ada biaya apapun, kami hanya mengajari saja," ujarnya kepada Hudes.

SAPA TAMU - Bli Gede Waweka di Slow Bar, BK Kofee

Tampak fresh dan ceria, apalagi setelah lepas dari "jerat" kecanduan minuman beralkohol. Ia bercerita, bisa lepas karena berganti pelan-pelan ke kopi. Kopi menjadi peralihan dari kebiasaan minuman beralkohol sebagai perantara ngumpul, menjadi nyeduh kopi dan minum kopi bareng. "Beneran, saya bisa berkurang banget minum beer-nya ya karena beralih pelan-pelan ke kopi," kata ia.

Memangnya bisa? Bisa, menurutnya, dalam pergaulan sehari-hari minuman alkohol jadi favorit untuk menemani pertemuan dan bercengkrama bersama koleganya. Mulanya hanya minum sedikit, lama-lama jadi kecanduan minuman beralkohol. "Wah sempat kecanduan parah sih saya," kenangnya.

RINDANG - Suasana BK Kofee Bali

Ia mengenang di masa selalu minum beer dan apabila tidak minum beer rasanya ada yang kurang.  Ia berusaha mencari penggantinya dan akhirnya mulai coba-coba minum kopi dari kedai ke kedai dan akhirnya bisa lepas dari kecanduan minuman beralkohol. 

"Boleh dibilang lewat kopi. Kopi itu menyelamatkan saya. Hampir tiap hari minimal dua kali masuk coffee shop, nah lama-lama lumayan boros juga, akhirnya buka deh slow bar di rumah agar lebih irit," ujarnya lagi sambil tertawa. 

BERKUMPUL - Jadi wadah kumpul dan belajar seduh kopi bareng.

Di Kuta dan Jimbaran, lanjutnya, ada banyak coffee shop kenamaan dan mereka juga punya coffee filter yang bagus-bagus. Tapi kendala kultur kopi di Bali, khususnya di kalangan muda masih kuat dengan kultur kopi manis. "Bukan menyudutkan kopi dicampur susu tapi lebih ke kopi di campur pemanis buatan," urainya.

Akhirnya ia pun berpikir untuk membuat slow bar sendiri dengan  berbagai jenis coffee beans dan alat seduh. Agar bisa memberi edukasi kepada penikmat kopi dan memberikan edukasi secara gratis. 

Untuk kopi di Pulau Bali, menurut Waweka, lebih terpusat di daerah Bangli, Tabanan, Singaraja dan Badung Utara.  Misalnya Bangli dengan Kintamani, Tabanan dengan Pupuan yang cenderung banyak robustanya. Lalu Singaraja dengan Banyuatis, Gobleg dan lainnya. "Umumnya daerah ini memiliki beraneka kopi robusta dan arabika. Terutama di Badung Utara, Plaga menjadi sorotan karena perkembangan proses pasca panen yang meningkat," tuturnya.

Perkembangan perkebunan kopi di Bali pun sangat berkembang karena banyak pihak luar Bali mulai investasi di daerah tersebut. Tentu saja memberi efek positif bagi para petani.  

Untuk proses pasca panen, mungkin dulu sekitar sembilan tahun lalu para petani di daerah Gobleg masih menggunakan proses natural dan jemur di atas tanah seperti layaknya proses penjemuran padi. "Belakangan ini proses pasca panen mereka jauh membaik," tambah ia.

BK Kofee, sebuah slow bar yang dirintisnya pun menjadi saksi bagaimana proses edukasi kopi ini terjadi. Tujuannya, ujar Waweka selain senang-senang juga berbagi. Terkadang ia membagikan beans gratis ke beberapa coffee shop di luar Bali maupun di Bali. 

"Kami juga memberikan pelatihan gratis tanpa dipungut biaya apapun, membuat berbagai event kompetisi seduh juga gratis peserta hanya perlu datang bawa diri semua alat kami sediakan," tegas ia.

Waweka juga berencana mengajak beberapa anak muda berangkat ke Yogyakarta mengikuti acara kopi di September. Agar mereka bisa mengikuti ekshibisi kopi, mengingat di Bali minim acara ekshibisi maupun kompetisi kopi. 


foto: dokumentasi Gede Waweka

No comments

close
pop up banner