Header Ads

Learning Integrity from Ko Awi, Developing AWI Coffee to Export Abroad

Darwin Jasmin yang akrab disapa Ko Awi belakangan muncul sebagai influencer mengenai bisnis kopi di media sosial, khususnya Instagram. Mengembangkan perusahaan kopi dengan nama AWI Coffee yang sudah ada sejak 1945 ditekuninya sepenuh hati. 

Dari toko kopi bubuk tradisional sederhana di daerah Binjai, Sumatera Utara, hingga mampu mengekspor kopi spesialti ke luar negeri, menjadikan nama AWI Coffee semakin berkibar. Ikuti perbincangan Hudes, bersama Ko Awi berikut ini.

HUDES | Specialty reading for manual coffee brewers

Suami dari perempuan bernama Susi, Specialty Coffee Association (SCA) certified barista and sensory ini memang punya tampilan sederhana. Berkacamata dan sering menggunakan kemeja. Padahal ko Awi sebenarnya tidak kalah "pendekarnya" di banding tokoh-tokoh kopi Indonesia yang belakangan banyak tampil.

Ia juga membangun Two Tigers Coffe Lab di Medan, Certified CQI Q Venue Professional. Tentu saja bukan main-main. Ia sendiri adalah pemegang sertifikasi Q Arabika Grader yang tidak semua orang bisa dengan mudah mendapatkan sertifikasi ini.

DARWIN JASMIN-Lebih dikenal sebagai Ko Awi | foto: gosumut.com
Bagaimana kiprah AWI Coffee dan kisah Ko Awi sendiri sudah banyak kita baca dan dengar baik di media daring maupun kanal-kanal Youtube populer. Apa sebenarnya rahasia dari perkembangan AWI Coffee ini?

Kepada Hudes Ko Awi menyebutkan hal yang tidak bisa ditawar adalah integritas. Integritas menurutnya adalah melakukan hal yang benar ketika orang lain tidak melihat. Integritas yang membuat hati kita tenang, nyaman melaksanakan kegiatan bisnis dan bisa bertahan lama. 

"Tanpa integritas, perusahaan mungkin akan tutup dalam beberapa tahun saja setelah beroperasi," ujarnya.

Kemudian, ada adaptability . Menurut Ko Awi ini juga sangat penting dan berpengaruh dalam perjalanan AWI Coffee hingga hari ini. Yaitu kemampuan beradaptasi. 200 tahun yang lalu ada yang bilang bukan yang paling kuat, atau yang paling pintar, tapi yang paling bisa beradaptasi terhadap perubahan yang akan bertahan. 

Q ARABIKA GRADER - Ko Awi juga bersertifikasi Q Grader
Di bisnis, urainya, perubahan sangat dinamis. market berubah, cara berbisnis berubah, aturan pemerintah berubah, cara pembayaran berubah. "Seorang pebisnis kopi harus peka dan cepat beradaptasi terhadap perubahan ini," tuturnya.

Ia kemudian juga menyinggung mengenai Kaizen. Kaizen adalah filosofi Jepang yang artinya menjadi lebih baik. Kaizen adalah perubahan kecil terus menerus yang harus dilakukan setiap hari. 

Jika satu hari ada satu perubahan kecil, maka 365 hari ada 365 perubahan kecil yang menjadi sebuah perubahan besar. 

Inilah juga yang diterapkan Ko Awi dalam membangun bisnis kopinya. Tekun dan konsisten untuk lebih baik setiap hari.

Bagaimana integritas ini diterapkan di AWI Coffee?

Integritas adalah salah satu pembeda AWI Coffee dengan perusahaan lain. Ia mencontohkan tentang rahasia kopi yang dibeli pelanggan. Kadang ada pelanggan dari kafe yang custom untuk kopi yang mereka gunakan. Trial dan error untuk mendapatkan rumus ini bisa hingga berbulan-bulan lamanya. 

Lalu ketika rumus ini sudah terbentuk dan kafenya ramai, banyak orang yang ingin tau rumusnya. "Kami sebagai supplier tidak akan membocorkannya. Hal ini bisa diuji. Rahasia akan tetap kami jaga," tegas Ko Awi.

Meski menapaki perkembangan positif di dalam bisnis kopinya, Ko Awi juga ternyata memiliki pengalaman yang lumayan sulit baginya dilewati untuk bisa mengembangkan AWI Coffee.

Kebetulan partner bisnisnya adalah istri dan orangtua sendiri. Konflik pasti bisa terjadi karena semua orang punya pemikiran dan karakter yang berbeda.

Konflik dengan orangtua, ketika di awal ia takeover bisnis di tahun 2005 tak bisa dihindarkan. Ada konflik perbedaan visi, nilai, cara bekerja, pengalaman dan persepsi risiko. 

"Tetapi semua ini berakhir setelah ada pembuktian dari saya. Misalnya konflik bapak bilang toko harus dijaga sendiri. Sedangkan pemikiran saya, kalo tidak bisa delegasi bisnis tidak bisa besar," jelasnya.

Akhirnya ia nekat membuka toko kecil di Medan, tanpa mengganggu operasional toko di Binjai yang sudah berjalan lama. Segenap usaha ia curahkan untuk membuktikan kalau toko itu bisa delegasi penuh dan masih profitable. "Setelah ada pembuktian, ide-ide lain sudah sangat didukung," sambungnya.

Konflik dengan bu Susi, sang istri juga sering terjadi. Apalagi sang istri adalah berlatar belakang akunting, sedangkan Ko Awi punya background marketing. Satu pedal rem, satu pedal gas.

Beda pendapat adalah hal biasa menurtnya lagi. Problem muncul 20 persen karena beda pendapat, 80 persen karena intonasi penyampaiannya. 

"Jadi di sini yang harus dikontrol bukan beda pendapatnya, tapi intonasinya," kata ia.

Bagi para pembaca Hudes, yang ingin memulai usaha kopi, Ko Awi memberikan wejangan. Buanglah gengsi. Mulailah sesuai kemampuan. Mulai dari kecil. Banyak yang pengennya mulai langsung waw, tapi berujung sengsara. 

Kemudian harus punya goal. Sebuah kapal tanpa kompas tidak akan tenggelam tetapi akan mengapung saja tidak ke mana-mana. 

"Bisnis tanpa goal juga seperti itu. Akan jalan di tempat. Walaupun profitable, roh dan semangatnya tidak ada. Lama-lama akan karam juga," nasihatnya.

AWI Coffee ke depan akan seperti apa?

Rencana jangka pendeknya, kata Ko Awi, adalah membuka cabang di beberapa kota besar lainnya. Rencana jangka panjangnya adalah tentang regenerasi, bagaimana estafet bisnis ini ke generasi berikut.

"Dulu bisnis ini hampir berhenti di Papa saya, karena anak-anaknya tidak ada yang mau melanjutkan. Saya juga tidak mau di awal-awal. Ketika tidak ada generasi penerus, bisnis ini kehilangan kompasnya. Akhirnya Papa juga tidak berniat membesarkannya lagi. Toh besar nanti untuk siapa?" kenang Ko Awi yang juga lulusan universitas di Singapura ini.

Akhirnya toko orangtua Ko Awi mengecil hingga tinggal satu karyawan saat ia takeover.  Kondisi yang sama akan terjadi dengan kami 20 tahun nanti. Anak-anak Ko Awi belum tentu mau melanjutkan dan ia harus siap ketika waktu itu tiba. 

"Perusahaan itu tetap harus ada hingga ratusan tahun ke depan. Dengan atau tanpa keluarga sebagai management di perusahaan," ujarnya. (sym/hudes)

No comments

close
pop up banner