Header Ads

Ryan Wibawa: Crafting the Symphony of Nusantara’s Flavors on the Global Stage

Di tengah gemerlap Kota Chicago, angin berhembus lembut membawa harapan dan semangat dari Indonesia. Pada panggung megah World Brewers Cup (WBrC) 2024, Ryan Wibawa, seorang anak muda dari tanah air, melangkah dengan penuh keyakinan. 

RYAN WIBAWA- WBrC 2024 | foto: @ryanwibawa

Ia tercatat mengharumkan nama Indonesia di pentas kompetisi seduh kopi paling bergengsi, WBrC. Menjadi peringkat tiga penyeduh kopi terbaik di dunia adalah sebuah pencapaian yang tidak pernah dicapai orang Indonesia satupun sebelumnya. Mari ikuti perbincangan Hudes bersama Ryan Wibawa berikut ini.

HUDES | Specialty Reading for Manual Coffee Brewers

Bukan tanpa alasan ia berdiri di sana, di tengah kompetisi kopi terbesar dunia, ia membawa cerita tentang kopi, tentang tanah Nusantara, dan tentang filosofi yang jauh melampaui sekadar secangkir minuman. 

Ryan memilih kopi dari Indonesia, Sukawangi Sumedang, sebuah varietas excelsa yang manisnya mengalun lembut dalam tiap tetesnya. 

Baginya, excelsa bukan hanya sekadar biji kopi, tapi sebuah komponen magis yang menyatukan segala rasa, disatukan dengan dua jenis kopi lainnya. "Karakter sweetness-nya begitu dominan," kata Ryan, mengenang proses pemilihan biji kopi. 

Seperti sebuah simfoni, excelsa menjadi nada terakhir yang mengikat semuanya menjadi satu kesatuan. Sebelumnya, ia mencoba dua kopi lain masing-masing berdiri kuat dalam keunikannya, namun terasa ada ruang yang belum terisi. Excelsa-lah yang melengkapi semuanya, menyatukan rasa manis dan kompleksitas dalam harmoni yang menakjubkan. Tiga kopi inilah yang ia gabung dan sajikan ke para juri.

Namun, mencapai tahap ini bukanlah tanpa tantangan. Di balik kesuksesan Ryan di WBrC 2024, tersimpan kisah tentang pencarian rasa yang sempurna. Di ajang internasional, permainan rasa berubah drastis. Palet rasa juri bukanlah hal yang mudah ditebak dan sangat berbeda dengan level nasional. "Memilih kopi untuk kompetisi ini sangat berbeda dengan di tingkat nasional," ungkapnya. 

Tantangan terbesarnya adalah menemukan tiga kopi yang, saat dipadukan, tidak hanya berdiri sendiri-sendiri, tapi membentuk sinergi yang utuh. Ia ingin menciptakan sebuah spektrum baru, pengalaman rasa yang belum pernah ada. Kopi-kopi itu harus saling melengkapi, tidak boleh “pecah,” seolah-olah mereka berbicara dalam satu bahasa yang sama. Ryan merasa, kopi yang ia pilih kali ini mampu memberikan narasi rasa yang tak terduga, namun tetap elegan.

Bukan hanya soal rasa, tantangan logistik juga datang menghampiri. Membawa air dari Indonesia ke Chicago adalah salah satu ujian terbesar. Jumlah yang terbatas membuat Ryan dan tim harus memutar otak agar air yang mereka bawa cukup hingga final. “Kami tahu bahwa air ini harus bertahan sampai akhir. Kami harus menghemat, harus cermat. Tapi kami selalu percaya, Tuhan akan memberikan jalan.” Dan benar saja, perjalanan Ryan menuju final berjalan mulus, seakan-akan semesta membuka semua pintu yang sebelumnya tertutup rapat.

Di balik kesuksesannya, Ryan tak lupa menyampaikan terima kasih kepada AKSI SCAI. Tanpa dukungan mereka, mungkin langkahnya tak akan sehalus ini. Dari proses visa hingga dukungan finansial, AKSI SCAI memberikan fondasi yang kokoh bagi Ryan untuk tetap fokus pada satu tujuan menampilkan yang terbaik di panggung dunia. “Berkat dukungan mereka, saya bisa fokus hanya pada satu hal: bertanding,” tutur lelaki yang juga dua kali meraih juara seduh kopi di level Indonesia ini.

Ketika juri mulai menilai, bukan hanya kopi yang menjadi sorotan. Para barista diuji dari segala sisi, mulai dari kualitas kopi yang mereka seduh, hingga bagaimana mereka melayani dan memberikan pengalaman berbeda bagi juri. Ryan tahu bahwa di kompetisi ini, seni menyeduh bukan hanya soal teknik, tapi tentang bagaimana menciptakan pengalaman yang tak terlupakan. 

"Juri mencari barista yang mampu menghadirkan bukan hanya rasa, tapi juga cerita. Mereka mencari seseorang yang bisa memberikan pengalaman, bukan sekadar secangkir kopi," urai dia.

Ryan datang ke panggung dunia bukan hanya untuk memenangkan gelar, tetapi untuk membawa sebuah pesan yang lebih dalam. “Konsep saya adalah Unity in Diversity, Bhineka Tunggal Ika,” jelasnya. 

Di tengah hiruk-pikuk kompetisi yang melibatkan berbagai negara, bahasa, dan budaya, Ryan merasa ada sesuatu yang menghubungkan semua perbedaan ini, itu adalah kopi. Baginya, kopi adalah media yang mampu menyatukan dunia, sebuah bahasa universal yang bisa dipahami oleh semua orang. Di kompetisi ini, semua berkumpul dari berbagai latar belakang, namun kita memiliki visi yang sama. Kopi menyatukan.

foto: @ryanwibawa

Ryan tak berhenti di sana. Tatapannya kini mengarah ke masa depan, ketika Indonesia menjadi tuan rumah World of Coffee pada 2025. Bagi Ryan, ini adalah momen emas bagi Indonesia untuk memperlihatkan pada dunia bahwa kopi Nusantara memiliki tempat yang istimewa. “Tahun 2025 adalah kesempatan kita untuk menunjukkan bahwa Indonesia bukan hanya kaya akan kopi, tetapi juga barista yang berkualitas. Dunia akan datang ke sini, dan kita harus memberikan pengalaman terbaik," harap Ryan.

Ketika ditanya apakah ia akan kembali berkompetisi di Indonesia Brewers Cup (IBrC) lagi? Ryan tersenyum. “Akan, tapi tidak tahun ini. Saya butuh waktu untuk mempersiapkan konsep yang lebih matang. Saya ingin membawa sesuatu yang baru, sesuatu yang lebih besar," bebernya.

Dalam setiap langkahnya, Ryan Wibawa membawa semangat Indonesia, menghormati tradisi sambil membuka jalan bagi inovasi. Di panggung WBrC 2024, ia telah menunjukkan bahwa kopi adalah lebih dari sekadar minuman, ia adalah jembatan yang menghubungkan budaya, menyatukan rasa, dan membawa pesan universal bahwa dalam perbedaan, ada harmoni yang indah. Dan Ryan, dengan kehalusan tangan serta ketajaman visi, telah memainkan simfoni itu dengan sangat baik. ()


No comments

close
pop up banner